SULUH NEWS.ID, JAKARTA-Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengeluarkan Permendikbud Nomor 19 tahun 2020 terkait teknis penggunaan bantuan operasional sekolah atau BOS. Dalam aturan baru ini dana BOS bisa digunakan untuk menggaji guru honorer selama masa kedaruratan kesehatan covid-19.
“Mengenai persentase penggunaannya, ketentuan pembayaran honor dilonggarkan tanpa batas,” kata Nadiem dalam keterangan resminya ,Senin (22/6/20).
Sebelumnya, dalam Permendikbud Nomor 8 tahun 2020 gaji guru honorer hanya bisa diambilkan 50% dari dana BOS reguler. Namun, dalam Pasal 9A ayat (2) aturan baru persentase tersebut tak berlagu lagi selama masa darurat kesehatan covid-19.
Ayat (3) pasal sama berisi tiga syarat guru honorer yang berhak mendapat gaji dari dana BOS reguler. Pertama, tercatat dalam data pokok pendidikan per 31 Desember 2019. Kedua, belum mendapatkan tunjangan profesi. Ketiga, memenuhi beban mengajar termasuk mengajar dari rumah dalam masa penetapan status kedaruratan kesehatan covid-19.
Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan jumlah guru non-PNS di Indonesia sebanyak 937.228 orang. Dari Jumlah tersebut, 728.461 di antaranya berstatus guru honorer sekolah. Lalu, 190.105 orang guru tidak tetap kabupaten/kota, 14.833 guru tidak tetap provinsi, dan 3.829 guru bantu pusat.
Nadiem menyatakan penggunaan BOS Madrasah dan BOP Raudhatul Athfal atau taman kanak-kanak akan disesuaikan dengan petunjuk teknis yang sudah ditetapkan Kementerian Agama. Selain untuk membayar gaji guru honorer, seperti tertuang dalam beleid itu, sekolah dapat menggunakan dana BOS reguler untuk pembiayaan langganan daya dan jasa selama pelaksanaan belajar dari rumah.
Hal ini mencakup pembelian pulsa, paket data, dan layanan pendidikan daring berbayar bagi pendidik dan peserta didik. Dana BOS reguler juga bisa digunakan untuk membeli cairan sabun pembersih tangan, pembasmi kuman, masker, dan alat penunjang protokol kesehatan covid-19 lainnya. Aturan ini pun mulai berlaku sejak April lalu. Sempat Dikritisi Ikatan Guru Indonesia Pada Februari lalu, Ikatan Guru Indonesia (IGI) sempat mengkritisi rencana aturan pembayaran gaji guru honorer menggunakan dan BOS reguler.
Ketua Umum IGI Muhammad Ramli menyatakan peraturan ini bertentangan dengan keputusan DPR dan Badan Kepegawaian Negara untuk menghapus sistem honorer. Menurut Ramli, semestinya dana untuk menggaji guru honorer berasal dari pemerintah daerah. Bukan dari pemerintah pusat. Sehingga setiap pemerintah daerah bisa berinisiatif menanggulangi kekurangan guru di wilayahnya.
“Di sisi lain, penambahan porsi honorer otomatis mengurangi pembiayaan untuk kebutuhan lain yang juga mendesak di sekolah-sekolah,” kata Ramli dalam keterangan resminya, (11/2).
Ramli menyatakan sekolah pasti membutuhkan dana BOS untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mendesak. Sedangkan, menurutnya, porsi dana BOS belum adil bagi sekolah dengan jumlah siswa sedikit dan kondisi geografis berat.
Hal ini, kata Ramli, disebabkan bilangan pembagi di sekolah dengan jumlah siswa banyak lebih kecil dibanding sekolah dengan jumlah siswa sedikit. Sehingga siswa dengan jumlah siswa sedikit bilangan pembaginya lebih besar untuk memenuhi berbagai kebutuhan.
Alokasi dana BOS dalam APBN 2020 meningkat sekitar 6% dibandingkan tahun lalu menjadi Rp 54,32 triliun untuk 45,4 juta jiwa. Kenaikan ini salah satunya untuk harga satuan per peserta didik. Jenjang SD, SMP, dan SMA meningkat sebesar Rp 100 ribu. Setiap peserta didik di masing-masing jenjang akan mendapatkan Rp 900 ribu, Rp 1,1 juta, dan Rp 1,5 juta per tahun.
Sementara, untuk jenjang SMK dan pendidikan khusus masih memiliki nilai sama seperti tahun lalu. Kenaikan dana BOS ini juga sudah mencakup alokasi pembayaran guru honorer. (wan)